Dibawah terik sang raja bintang
Aku berteduh dibawah pasir didasar palung yang sangat dalam
Ikut serta dalam tarian duka
Gelapnya bahana memblokade pikiran agar menetap
Dinginnya bahari melumpuhkan tubuh agar tetap meringkuk
Semua peluh, tetesan darah, dan remukan tulang terkubur dalam-dalam disana
Sesekali diri ini bertanya, apakah aku sudah semakin jatuh kedasar
Ataukah masih ada dasar-dasar yang lebih dalam ?
Karena,
Sinar mentaripun hanya sampai sepenggalah dalamnya palung
Bagaimana mungkin apiku dapat bangkit lalu menembus langit ?
Sudah banyak jalan berkilau kujejali
Sempat terpikir, untuk mencapai kilaunya
Aku harus menghibahi dengan sesuatu yang lebih berkilau
Hey zaman,
Apalah artinya diriku ini
Aku ini laksana rumput ditepi sawah
Yang selalu kau lalui,
Yang kau gadah-gadah bukan aku tapi padinya bukan ?
Ini bukan kali pertama
Melihat derai air mata jatuh di pipi orang terkasih sangat menyayat hati
Aku nelangsa
Apa harus kutunjukan pada dunia ?
Rasanya itu semakin menjerat batin mereka
Iya, lalu penderitaanku kini berlipat ganda
Aku melihat kesedihan, aku memendam kepedihan.
Tak usahlah kau risau
Tak sampai hati bila aku harus menyodorkan tombak pada langit
Biarlah aku disini sejenak
Memadu komunikasi antara dua dzat, sang pencipta dan hamba
Aku akan tetap berkobar
Mencapai apa yang selama ini kucita-citakan.
Bila benar apiku meredup
Taburilah aku dengan bunga-bunga yang semerbak wanginya
Sebagai penutup kisah pilu perjuanganku
CC : Ilmu Budaya Dasar ; Manusia dan Penderitaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar