Sabtu, 29 Oktober 2016

SAJAK : API YANG TENGGELAM

Dibawah terik sang raja bintang
Aku berteduh dibawah pasir didasar palung yang sangat dalam
Ikut serta dalam tarian duka

Gelapnya bahana memblokade pikiran agar menetap
Dinginnya bahari melumpuhkan tubuh agar tetap meringkuk 

Semua peluh, tetesan darah, dan remukan tulang terkubur dalam-dalam disana
Sesekali diri ini bertanya, apakah aku sudah semakin jatuh kedasar 
Ataukah masih ada dasar-dasar yang lebih dalam ?

Karena,
Sinar mentaripun hanya sampai sepenggalah dalamnya palung
Bagaimana mungkin apiku dapat bangkit lalu menembus langit ? 

Sudah banyak jalan berkilau kujejali 
Sempat terpikir, untuk mencapai kilaunya 
Aku harus menghibahi dengan sesuatu yang lebih berkilau

Hey zaman, 
Apalah artinya diriku ini
Aku ini laksana rumput ditepi sawah
Yang selalu kau lalui, 
Yang kau gadah-gadah bukan aku tapi padinya bukan ? 

Ini bukan kali pertama
Melihat derai air mata jatuh di pipi orang terkasih sangat menyayat hati 

Aku nelangsa 
Apa harus kutunjukan pada dunia ? 
Rasanya itu semakin menjerat batin mereka

Iya, lalu penderitaanku kini berlipat ganda 
Aku melihat kesedihan, aku memendam kepedihan.

Tak usahlah kau risau 
Tak sampai hati bila aku harus menyodorkan tombak pada langit
Biarlah aku disini sejenak
Memadu komunikasi antara dua dzat, sang pencipta dan hamba

Aku akan tetap berkobar 
Mencapai apa yang selama ini kucita-citakan.

Bila benar apiku meredup
Taburilah aku dengan bunga-bunga yang semerbak wanginya
Sebagai penutup kisah pilu perjuanganku








CC : Ilmu Budaya Dasar ; Manusia dan Penderitaan




Tidak ada komentar:

Posting Komentar