Minggu, 18 Desember 2016

Sajak : HARAPAN TERAKHIR

semenjak hujan deras itu mereda menjadi gerimis aku sempatkan bertanya pada langit kemana semua tabir-tabir senjaku akan berlabuh ? namun ia tiada menjawab sampai tiba lah aku pada hulu sebuah jembatan asa

kutemukan dirimu menyeka sisa-sisa rintik hujan untuk kau tunjukan sinarnya padaku lalu kau rebahkan tubuhmu agar bisa kubelah dadamu lantas meyelipkan sebongkah harap kedalam sukmamu

demikianlah romansa yang melantangkan seluruh suara suka cita atas sebuah rona merah muda yang menghiasi pipiku dipagi ini, yang membawa arah tatapan pada embun-embun yang menyejukan jiwa, pada bayang-bayang kebahagiaan kalbu,  kutaruh semua rasaku disitu.

sampai tak kuasa tangan ini menulis karena semua harapanku sudah bermuara padamu, tak perlulah bibir ini bersua karena dunia sudah tau betapa bahagianya sepasang merpati memadu kasih didahan sana

sadarkanlah dirimu sekarang bahwa telah kusandarkan seluruh harapan entah akan kau kubur hingga membusuk atau kau semai hingga berbunga merekah 

kupasrahkan semua jalan cerita agar ia bergerak menuruti kehendak-Nya, mungkin ini adalah sebuah jawaban dari doa-doa kepasrahan jari jemari yang sudah lama tidak menggapai







CC : Manusia dan Harapan 





Jumat, 09 Desember 2016

Sajak : LEPAS

Setetes air terjun yang jatuh akankah ia kembali lagi ketebingnya, batinnya terluka oleh kebisingan suara-suara hati yang gamang, diam memaku, risau hendak memutar arah angin

Begitulah sebuah ironi yang hendak disampaikan hati pada logika, yang tertindih oleh pahitnya masa lampau, lalu kau datang dengan membawa angin, angin yang membawa ilalang kemana jatuhnya

Tapi tahukah kau rasanya menutup mulut akan kata yang hendak kau ucapkan, tertahan lalu perlahan menikam semua rasa yang kau simpul menjadi untaian tali asmara

Menyakitkan, bahwasanya aku cemas akan keberadaanmu 
aku mencemasi akan hal yang tak perlu bersarang dalam dada, tapi aku telah terjerat oleh pancaran matamu, memacu langkah kaki pun tak bisa aku lepas dari batinmu

Lalu kini bagaimana ? inginku memasang tembok-tembok raksasa dihadapanku agar tak mudah masuk jiwamu kedalam jiwaku, semakin tinggi kupasang semakin deras pula aliran kemunafikan hati ini menghancurkan, aku bagai tali kusir yang kau tarik dengan segenap pesonamu sedang aku tertatih-tatih melawan semua rasa

Dan perihal batu-batu yang kutanam,
Walau bagaimana gagahnya batu karang ia tetap runtuh oleh senyuman manis sang camar yang hendak kembali dikala senja datang

Rasa itu dapat melampaui batas-batas yang kubuat, mengguncang rongga dada, lantas aku hanya menetap pada garis-garis pantai yang mendamba pelukan matahari tenggelam, Karena, Rasa gusar ini sebanding dengan rasa yang telah menjerat sukmaku 

Lalu, hendak kemana kita ?




CC : Ilmu Budaya Dasar ; Manusia dan Kegelisahan







Minggu, 04 Desember 2016

Sajak : TANGGUNG JAWAB

Tak semua pedang menusuk darah hasilnya, namun celah luka boleh jadi penyebab sakitnya
entah mengapa dua orang itu bagai purnama yang merindukan pagi
menatap tajam putaran demi putaran jarum jam dimuka dinding
sudah berapa nafas yang mereka hembuskan demi melangkahkan kaki menuju persinggahan abadi

Bulan memang takkan terbelah tanpa menyampaikan kisah laranya padaku
aku menyadari itu, andai semua yang kugapai mengerti inginku, pastilah asa yang dititipkan telah mengudara layaknya kapas

Bertanyalah langit pada jiwa,
masihkah kau pantas ditimang ? sebab panjangnya untaian pakta telah menjulur membuntuti, tak mungkin terkenang rasa-rasa yang mereka sandarkan pada tangkai rapuhmu

Dibalik tajamnya pedang ini terbaring rasa-rasa yang mungkin tersesat, apakah aku direstui adanya
berlumurlah rasa sesal di raga ini
menorehkan abdi yang kusebut janji

Bila padang belati yang mereka percayakan, akan kususuri satu-satu sampai tak terbatas




CC : Manusia dan Tanggung jawab serta Pengabdian.